Indamayu, jabarhariini.blogsport.com - Jika
di sekolah lain acara perpisahan kelas XII berlangsung haru dan penuh hikmat,
namun di SMKN 1 Gabuswetan yang beralamat di Jl. PU Rancahan, Desa Rancahan,
Kecamatan Gabuswetan, Kabupaten Indramayu Jawa Barat, ini malah berlangsung
menegangkan, pasalnya, acara perpisahan yang berlangsung di halaman sekolah
pada sabtu (14/5) lalu, diwarnai aksi ujuk rasa oleh guru dan beberapa siswa.
Ditengah-tengah acara
berlangsung, seorang guru naik ke atas panggung dan akan membacakan beberapa
poin tentang penyalahgunaan dana anggaran sekolah yang di duga dilakukan oleh
oknum kepala sekolah dan masih banyak lagi permasalahan lainnya yang terjadi di
lembaga pendidikan tersebut. belum sempat y
membacakan tuntutannya, petugas
keamanan langsung mengamankan guru tersebut, karena di anggap mengganggu jalannya
acara dan belum mendapat izin dari pihak kepolisian. “Aksi unjuk rasa ini tanpa
ada pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak kepolisian, sehingga pihaknya
membubarkan aksi tersebut karena di anggap mengganggu keamanan dan kelancaran jalannya
acara,” Kata kapolsek Gabuswetan Rusdi.
Pada selebaran pernyataan yang
kami terima, ada beberapa rincian penyalahgunaan dana sekolah yang diduga
dilakukan oleh kepala sekolah pada tahun ajaran 2015/2016. SMKN 1 Gabuswetan
sudah menerima anggaran pendidikan sebesar kurang lebih 1,5 M. dengan rincian
sebagai berikut, mendapat dana BOS sekitar Rp. 900 juta, Dana BPMU kurang lebih
Rp. 120 juta, Dana BSM Rp. 1.000.000,/siswa, dan dana BOPF kurang lebih Rp. 500
juta. Dengan anggaran yang besar itu, pihak sekolah seharusnya meringankan
beban orang tua siswa, tapi kenyataannya, sekolah masih tetap memungut biaya
kepada wali murid, sehingga banyak siswa yang pindah ke sekolah lain karena
merasa keberatan dengan biaya sekolah yang tinggi.
Ada beberapa pungutan di SMKN 1
Gabuswetan seperti, menarik DSP tahunan kepada siswa kelas X sebesar Rp.
1.250.000, sampai Rp. 1.400.000, DSP
bulanan kelas X sebesar Rp. 120.000/siswa, DSP bulanan kelas XI dan XII sebesar
Rp. 98.000/siswa. Selain itu, pihak sekolah juga memungut biaya perpisahan Rp. 50.000/siswa, biaya
pramuka (Kemah) Rp. 250.000/siswa, biaya Prakerin Rp. 600.000/siswa, biaya Uji
Kompetensi Rp. 850.000/siswa dan menekan surat kelulusan bagi kelas XII sebesar
Rp. 150.000/siswa. Bukan hanya itu saja, pihak sekolah juga belum membayar
honor guru selama 2 bulan dan honor pelatih dan Pembina selama 5 bulan. Dalam
surat edaran itu juga tertulis, kalau Pra UN di SMKN 1 Gabuswetan tidak pernah
dilaksanakan oleh sekolah dan lebih parahnya lagi, guru-guru dipaksa oleh
bagian kurikulum untuk menandatangani kegiatan-kegiatan fiktif yang tidak
pernah dilaksanakan bahkan bendahara BOS juga mengundurkan diri karena merasa
takut dipaksa untuk membuat laporan palsu.
Dengan adanya pungutan yang besar,
sekolah seharusnya memiliki fasilitas praktek belajar yang memadai namun
kenyataannya dari jumlah kurang lebih 1000 siswa, sekolah hanya memiliki 5
komputer untuk praktek.
Kepala SMKN 1 Gabuswetan Drs.
Carudin, M.Pd ketika dikonfirmasi Media membantah semua tuduhan itu,
menurutnya, dalam kepemimpinan wajar jika ada ketidakpuasan, “lihat saja, wajah
saya masih cerah dan tidak tegang, karena tidak merasa apa yang disampaikan
dalam unjuk rasa tersebut, “kata carudin.
Carudin justru menyayangkan aksi
tersebut yang belum meminta izin kepada aparat keamanan, sehingga aksinya dibubarkan
karena merusak jalannya acara, “kalau memang saya yang bersalah biar saya saja
yang jadi korbannya tapi jangan sampai
merusak acara sakral ini, Saya tidak melarang kalau memang mau menyuarakan
aspirasinya, tapi harus sesuai prosedur,” tutur Carudin.
Carudin mengatakan, kejadian ini
hanya kesalahpahaman saja, soal honor guru yang belum dibayar selama 2 bulan,
carudin mengaku belum bisa membayarnya karena adanya keterlambatan pencairan
dana BOS,” kelitnya.
Carudin juga berdalih, pungutan yang
ada di sekolahnya, semua sudah melalui musyawarah dengan komite sekolah.
Apa yang dikatakan oleh Carudin
itu berbeda dengan apa yang disampaikan oleh komite sekolah.
Eko selaku Komite SMKN 1
Gabuswetan, mengatakan, semua pungutan yang ada pada surat edaran itu hanya ada
dua yang memiliki legalitas dari komite sekolah, keduanya yaitu, bantuan DSP
bulanan Rp. 98.000/siswa bagi yang mampu dan biaya perpisahan sebesar
Rp.50.000,-/siswa. Selain kedua biaya itu, komite sekolah tidak pernah di ajak
musyawarah, tandasnya.
Eko juga menyayangkan sikap
kepala sekolah yang belum membayar gaji guru honor selama 2 bulan dan meminta
agar kepala sekolah segera menyelesaikannya. Eko berharap, jika mau mengangkat
guru honor, terlebih dulu membicarakannya dengan komite, karena sumber
kesejahteraan guru honor ada di tangan komite sekolah, katanya.
Eko mengaku, selama ini pihak
sekolah kurang transparan dalam mengelola keuangan sekolah, komite sudah
musyawarah dengan orang tua siswa namun belum ada laporan dari kepala sekolah,
uang yang masuk dan keluar berapa, sampai sekarang kepsek belum bisa menjawab
dan belum bisa mempertangungjawabkannya, untuk itu eko meminta agar kepala
sekolah segera membuat laporan keuangan sekolah karena public berhak tahu dari
mana sumber uang tersebut dan untuk apa saja, tegas eko.
Dengan kejadian ini, pihaknya
akan melakukakan audit internal terkait dana sumbangan siswa, pasalnya, dana
yang ada merupakan dana public yang wajib diketahui oleh seluruh lapisan
masyarakat khususnya warga sekolah dan orang tua siswa. Selama kepemimpinanan
Drs. Carudin, M.Pd sekolah telah melaksanakan kegiatan sekolah diluar RAPBS
(Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah) seharusnya semua pembangunan
yang ada disekolah masuk dalam RAPBS, namun nyatanya tidak ada dalam RAPBS, jelas eko.
Sementara, melalui pesan singkat Kepala
Dinas Pendidikan Indramayu Dr. H. Ali Hasan, M.Pd ketika dimintai tanggapannya terkait
kejadian di SMKN 1 Gabuswetan dengan singkat mengatakan, kejadian yang ada di
SMKN 1 Gabuswetan itu mungkin karena manajemen sekolah saja, jika terbukti ada
trabell maka akan di audit oleh pihak yang berwenang. (Isk)