Senin, 16 Mei 2016

Kepala Sekolah Di Duga Lakukan penyimpangan, Acara Perpisahan di SMKN 1 Gabuswetan Diwarnai Aksi Unjuk Rasa,





Indamayu, jabarhariini.blogsport.com - Jika di sekolah lain acara perpisahan kelas XII berlangsung haru dan penuh hikmat, namun di SMKN 1 Gabuswetan yang beralamat di Jl. PU Rancahan, Desa Rancahan, Kecamatan Gabuswetan, Kabupaten Indramayu Jawa Barat, ini malah berlangsung menegangkan, pasalnya, acara perpisahan yang berlangsung di halaman sekolah pada sabtu (14/5) lalu, diwarnai aksi ujuk rasa oleh guru dan beberapa siswa.
Ditengah-tengah acara berlangsung, seorang guru naik ke atas panggung dan akan membacakan beberapa poin tentang penyalahgunaan dana anggaran sekolah yang di duga dilakukan oleh oknum kepala sekolah dan masih banyak lagi permasalahan lainnya yang terjadi di lembaga pendidikan tersebut. belum sempat y
membacakan tuntutannya, petugas keamanan langsung mengamankan guru tersebut, karena di anggap mengganggu jalannya acara dan belum mendapat izin dari pihak kepolisian. “Aksi unjuk rasa ini tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak kepolisian, sehingga pihaknya membubarkan aksi tersebut karena di anggap mengganggu keamanan dan kelancaran jalannya acara,” Kata kapolsek Gabuswetan Rusdi.
Pada selebaran pernyataan yang kami terima, ada beberapa rincian penyalahgunaan dana sekolah yang diduga dilakukan oleh kepala sekolah pada tahun ajaran 2015/2016. SMKN 1 Gabuswetan sudah menerima anggaran pendidikan sebesar kurang lebih 1,5 M. dengan rincian sebagai berikut, mendapat dana BOS sekitar Rp. 900 juta, Dana BPMU kurang lebih Rp. 120 juta, Dana BSM Rp. 1.000.000,/siswa, dan dana BOPF kurang lebih Rp. 500 juta. Dengan anggaran yang besar itu, pihak sekolah seharusnya meringankan beban orang tua siswa, tapi kenyataannya, sekolah masih tetap memungut biaya kepada wali murid, sehingga banyak siswa yang pindah ke sekolah lain karena merasa keberatan dengan biaya sekolah yang tinggi.
Ada beberapa pungutan di SMKN 1 Gabuswetan seperti, menarik DSP tahunan kepada siswa kelas X sebesar Rp. 1.250.000, sampai Rp. 1.400.000,  DSP bulanan kelas X sebesar Rp. 120.000/siswa, DSP bulanan kelas XI dan XII sebesar Rp. 98.000/siswa. Selain itu, pihak sekolah juga memungut  biaya perpisahan Rp. 50.000/siswa, biaya pramuka (Kemah) Rp. 250.000/siswa, biaya Prakerin Rp. 600.000/siswa, biaya Uji Kompetensi Rp. 850.000/siswa dan menekan surat kelulusan bagi kelas XII sebesar Rp. 150.000/siswa. Bukan hanya itu saja, pihak sekolah juga belum membayar honor guru selama 2 bulan dan honor pelatih dan Pembina selama 5 bulan. Dalam surat edaran itu juga tertulis, kalau Pra UN di SMKN 1 Gabuswetan tidak pernah dilaksanakan oleh sekolah dan lebih parahnya lagi, guru-guru dipaksa oleh bagian kurikulum untuk menandatangani kegiatan-kegiatan fiktif yang tidak pernah dilaksanakan bahkan bendahara BOS juga mengundurkan diri karena merasa takut dipaksa untuk membuat laporan palsu.
Dengan adanya pungutan yang besar, sekolah seharusnya memiliki fasilitas praktek belajar yang memadai namun kenyataannya dari jumlah kurang lebih 1000 siswa, sekolah hanya memiliki 5 komputer untuk praktek.
Kepala SMKN 1 Gabuswetan Drs. Carudin, M.Pd ketika dikonfirmasi Media membantah semua tuduhan itu, menurutnya, dalam kepemimpinan wajar jika ada ketidakpuasan, “lihat saja, wajah saya masih cerah dan tidak tegang, karena tidak merasa apa yang disampaikan dalam unjuk rasa tersebut, “kata carudin.
Carudin justru menyayangkan aksi tersebut yang belum meminta izin kepada aparat keamanan, sehingga aksinya dibubarkan karena merusak jalannya acara, “kalau memang saya yang bersalah biar saya saja yang jadi korbannya tapi  jangan sampai merusak acara sakral ini, Saya tidak melarang kalau memang mau menyuarakan aspirasinya, tapi harus sesuai prosedur,” tutur Carudin.
Carudin mengatakan, kejadian ini hanya kesalahpahaman saja, soal honor guru yang belum dibayar selama 2 bulan, carudin mengaku belum bisa membayarnya karena adanya keterlambatan pencairan dana BOS,” kelitnya.
Carudin juga berdalih, pungutan yang ada di sekolahnya, semua sudah melalui musyawarah dengan komite sekolah.
Apa yang dikatakan oleh Carudin itu berbeda dengan apa yang disampaikan oleh komite sekolah.
Eko selaku Komite SMKN 1 Gabuswetan, mengatakan, semua pungutan yang ada pada surat edaran itu hanya ada dua yang memiliki legalitas dari komite sekolah, keduanya yaitu, bantuan DSP bulanan Rp. 98.000/siswa bagi yang mampu dan biaya perpisahan sebesar Rp.50.000,-/siswa. Selain kedua biaya itu, komite sekolah tidak pernah di ajak musyawarah, tandasnya.
Eko juga menyayangkan sikap kepala sekolah yang belum membayar gaji guru honor selama 2 bulan dan meminta agar kepala sekolah segera menyelesaikannya. Eko berharap, jika mau mengangkat guru honor, terlebih dulu membicarakannya dengan komite, karena sumber kesejahteraan guru honor ada di tangan komite sekolah, katanya.
Eko mengaku, selama ini pihak sekolah kurang transparan dalam mengelola keuangan sekolah, komite sudah musyawarah dengan orang tua siswa namun belum ada laporan dari kepala sekolah, uang yang masuk dan keluar berapa, sampai sekarang kepsek belum bisa menjawab dan belum bisa mempertangungjawabkannya, untuk itu eko meminta agar kepala sekolah segera membuat laporan keuangan sekolah karena public berhak tahu dari mana sumber uang tersebut dan untuk apa saja, tegas eko.
Dengan kejadian ini, pihaknya akan melakukakan audit internal terkait dana sumbangan siswa, pasalnya, dana yang ada merupakan dana public yang wajib diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat khususnya warga sekolah dan orang tua siswa. Selama kepemimpinanan Drs. Carudin, M.Pd sekolah telah melaksanakan kegiatan sekolah diluar RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah) seharusnya semua pembangunan yang ada disekolah masuk dalam RAPBS, namun nyatanya tidak ada dalam RAPBS,  jelas eko.
Sementara, melalui pesan singkat Kepala Dinas Pendidikan Indramayu Dr. H. Ali Hasan, M.Pd ketika dimintai tanggapannya terkait kejadian di SMKN 1 Gabuswetan dengan singkat mengatakan, kejadian yang ada di SMKN 1 Gabuswetan itu mungkin karena manajemen sekolah saja, jika terbukti ada trabell maka akan di audit oleh pihak yang berwenang. (Isk)



2 komentar:

  1. hmm.. usia-usia mereka memang sedang dalam masa kritis dalam menyikapi perbedaan yang terjadi, namun apakah mereka memiliki cukup alasan yang dapat dipertanggung jawabkan dalam aksi ini? atau aksi ini hanya sbg alat oknum tertentu saja untuk mengambil keuntungan dari aksi tersebut, mereka masih sangat muda, punya semangat yang mudah dipacu.

    BalasHapus
  2. Byk penyimpangan sekarang ini dismkn 1 gabuswetan, guru honor tidak dibayar berbulan bulan dan dana bos digunakan untuk kepentingan kepsek.mohon ditindaklanjuti

    BalasHapus